GpGiGpY5GUClBSW9BUd8TUW9BY==
Breaking
NEWS REPORT

Drama Kejaksaan di Kota Bandung Ngincar Wakil Wali Kota

Ukuran huruf
Print 0
WEKACE, Punten, akang teteh. Saya mau menulis tentang Kota Bandung. Sepertinya ada drama hukum diperlihatkan oleh kejaksaan. Mari kita lindas, eh salah, kupas drama kejaksaan ini sambil seruput kopi tanpa gula, wak!

Kota Bandung kembali jadi panggung drama. Tapi kali ini bukan kisah cinta remaja di taman Balai Kota, melainkan drama hukum yang disutradarai Kejaksaan Negeri Bandung. Mereka tampil dengan gaya penuh wibawa. Petantang-petenteng ke sana ke mari, memeriksa siapa pun yang lewat. Seolah seluruh kota adalah ruang interogasi. Tapi di tengah gebrakan itu, publik bertanya lirih, “Bro, Silferster Matutina tu kapan ditangkapnya?”


Sialnya, yang jadi target malah Wakil Wali Kota Bandung, Erwin. Bukan Wali Kota, bukan pejabat kementerian, tapi wakilnya. Padahal selama ini, tradisi hukum Indonesia lumayan konsisten. Kalau bukan gubernur, ya wali kota atau bupati yang terseret. Tapi Bandung memang selalu punya selera eksentrik, dalam urusan korupsi pun ingin tampil beda.

Tanggal 30 Oktober 2025, Kejari Bandung memanggil Erwin untuk diperiksa. Tidak ada OTT, tidak ada rompi oranye, tapi gosip sudah lebih cepat dari Wi-Fi kantor pemerintah. Warganet langsung ramai, “Wah, ditangkap nih!” Padahal kenyataannya, Erwin hanya diperiksa selama tujuh jam, lalu dilepas begitu saja.

Tujuh jam yang lebih panjang dari sidang skripsi, tapi hasilnya nihil. Tidak ada status tersangka, tidak ada bukti kuat, tidak ada pengakuan dramatis. Cuma wajah lelah dan secangkir kopi dingin. Tapi Kejaksaan tampak puas, seperti aktor yang baru menyelesaikan adegan klimaks di sinetron hukum.

Kejari Bandung kemudian tampil di media dengan nada formal. “Pemeriksaan ini bagian dari penyelidikan.” Kalimat sakti yang bisa dipakai untuk segala situasi. Artinya bisa banyak ha. Dari “kami belum punya bukti” sampai “kami cuma ingin terlihat sibuk.” Tapi ya sudahlah, yang penting headline koran hari itu berbunyi, “Wakil Wali Kota Diperiksa Kejaksaan.” Sebuah kemenangan kecil dalam perang citra.

Sementara itu, Wali Kota Bandung Muhammad Farhan, mantan jurnalis cerdas yang kini jadi pejabat, berusaha menenangkan publik. Katanya, “Erwin tetap menjalankan tugas seperti biasa.” Terjemahan bebasnya, “Tenang, ini belum tentu salah.” Farhan bahkan menelepon Erwin langsung setelah pemeriksaan, adegan persahabatan politik yang lebih tulus dari drama House of Cards versi lokal.

Pasangan Farhan–Erwin ini sebenarnya pasangan yang unik. Mereka diusung oleh empat partai politik: NasDem, PKB, Gelora, dan Partai Buruh. Koalisi yang terdengar seperti eksperimen demokrasi. Satu partai nasionalis, satu religius, satu futuristik, dan satu mewakili pekerja. Mereka mendaftar ke KPU naik Bandros, disambut dengan Tari Lengser Sunda, menandai bahwa politik pun bisa tampil manis. Tapi manisnya tak bertahan lama, karena kini aroma getir hukum mulai menyelimuti.

Lucunya, Erwin dikenal justru sebagai sosok religius, aktif di kegiatan sosial, pembina pesantren, dan pendukung transparansi anggaran. Dalam pidato pelantikannya, ia bahkan menegaskan “Bandung harus bebas dari korupsi.” Tapi di negeri ini, siapa pun yang terlalu sering bicara antikorupsi biasanya cepat masuk daftar undangan pemeriksaan.

Kejaksaan tampak begitu serius. Mereka geledah kantor dinas, sita dokumen, ambil ponsel, bahkan menyiapkan opsi cegah ke luar negeri. Tapi publik malah bertanya, kenapa yang kecil-kecil cepat diperiksa, yang besar-besar malah lenyap tanpa kabar? Seolah hukum ini punya radar selektif, mendeteksi dosa kecil, tapi buta terhadap dosa besar.

Konspirasi pun bertebaran di warkop dan grup WhatsApp. Ada yang bilang Erwin dijadikan tumbal politik, ada yang bilang Kejaksaan butuh panggung untuk menunjukkan eksistensi. Apalagi belakangan, berita hukum dan politik sedang panas, Musisi Onadio Leonardo alias Onad ditangkap polisi bersama seorang wanita terkait dugaan penyalahgunaan narkoba. Sementara di Senayan, Mahkamah Kehormatan Dewan menonaktifkan lima anggota DPR — Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Uya Kuya, Eko Patrio, dan Adies Kadir. Negeri ini seakan kehabisan aktor drama, sampai Kejaksaan Bandung pun ikut ingin ambil peran.

Tujuh jam pemeriksaan, nol tersangka. Tapi Kejaksaan puas. Mereka sudah tampil di berita, sudah bicara di konferensi pers, sudah menyebut “penyelidikan masih berjalan” kalimat favorit yang tak pernah basi. Rakyat pun kembali melanjutkan hidup, dengan sedikit rasa kecewa yang makin menumpuk.

Erwin keluar dari kantor Kejaksaan sore itu dengan langkah tenang. Mungkin di dalam hati ia bergumam, “Ya Tuhan, ternyata jadi pejabat itu seperti ikut reality show, tapi tanpa skrip.” Farhan tetap menemaninya, Bandung tetap berdiri, dan Kejaksaan tetap mencari sorotan.

Pada akhirnya, satu-satunya hal yang tertangkap dari drama ini hanyalah perhatian publik. Bukan pelaku, bukan bukti, bukan kebenaran. Tapi kalau niatnya memang cari sensasi, ya Kejaksaan berhasil. Selamat datang di Bandung, kota yang kreatif, bahkan dalam membuat sinetron hukum tanpa akhir.

Foto Ai hanya ilustrasi


Rosadi Jamani
Drama Kejaksaan di Kota Bandung Ngincar Wakil Wali Kota
Periksa Juga
Next Post

0Komentar

Tautan berhasil disalin