WEKACE, Dulu, hampir setiap hari saya mengikuti progres IKN. Dari masih hutan sampai menjadi kota. Namun, di tengah sorotan keberlanjutan soal Ibu Kota Politik, eh salah, Ibu Kota Negara itu, muncul kabar duka. Hunian pekerjaan IKN tiba-tiba terbakar hebat. Simak narasinya sambil menikmati bubur paddas khas Sambas, wak.
Sejarah baru tercatat di IKN, tapi bukan sejarah yang dipamerkan dalam brosur glossy penuh janji surga investasi. Bukan pula seremoni peletakan batu pertama dengan senyum pejabat. Ini sejarah api, api yang menari-nari di Tower 14 Hunian Pekerja Konstruksi (HPK), sore hari 1 Oktober 2025. Untuk pertama kalinya, megaproyek kebanggaan republik merasakan pedihnya jilatan si jago merah.
Kebakaran itu melumat lantai 2, 3, dan 4 Tower 14. Suasana yang semula tenang mendadak kacau, sirine meraung, pekerja berhamburan, seakan film aksi sedang diputar live. Sekitar 700 pekerja harus dievakuasi, jumlah yang setara dengan satu kampung hilang rumah dalam semalam. Di layar televisi, api terlihat mengganas, sementara di lapangan, belasan unit damkar berjuang menaklukkan bara. Ada tujuh mobil pemadam ditambah delapan tangki air, total 15 armada, seolah sedang melakukan gladi resik menjelang pertunjukan sirkus.
Otorita IKN buru-buru muncul dengan narasi bak pahlawan super. Juru bicara Troy Pantouw menyatakan, “Tidak ada korban jiwa, semua pekerja sudah didata, semua akan dipindahkan ke tower lain.” Kalimatnya seperti mantra ajaib untuk menenangkan publik, padahal di balik layar, wajah-wajah pekerja masih pucat, berdesakan membawa barang seadanya. Di sisi lain, Plt Deputi Sarana dan Prasarana OIKN, Danis H. Sumadilaga, menambahkan bumbu optimisme, pemadam datang cepat, api padam sekitar pukul 19.00 WITA.
Tapi publik Indonesia bukan penonton polos. Mereka terbiasa membaca tanda-tanda. Pertanyaan mulai beterbangan, mengapa Tower 14? Mengapa yang terbakar hunian pekerja, bukan kantor megah yang ber-AC dingin? Apakah ini murni korsleting, ataukah sebuah pesan kosmik bahwa megaproyek tidak bisa berdiri tanpa pengorbanan? Di warung kopi, konspirasi diracik lebih cepat dari kopi tanoa gula. Ada yang bilang sabotase, ada yang bilang pesan dari alam, ada pula yang bercanda ini gara-gara kompor nasi pekerja marah tak diberi cuti.
Respon Otorita terdengar klise, relokasi sudah disiapkan, investigasi sedang berjalan, ucapan terima kasih kepada petugas damkar yang cekatan. Rakyat mendengar itu seperti mendengar kaset lama yang diputar ulang. Semua baik-baik saja, katanya. Semua terkendali, katanya. Bukankah Titanic juga pernah disebut kapal tak terkalahkan sebelum akhirnya mencium es?
Kebakaran pertama ini ibarat gong perdana yang mengguncang narasi mulus IKN. Tower 14 kini bukan sekadar bangunan tempat tidur para pekerja, melainkan simbol rapuhnya proyek ambisius ini. Api mungkin sudah padam, tapi asapnya menjulang membawa tanda tanya ke langit, apa yang akan terbakar berikutnya?
Dengan wajah penuh drama, publik menatap layar gawai, membaca judul-judul berita, dan berbisik, “Inikah pertanda?” Sejarah IKN kini punya catatan baru, bukan hanya peletakan batu pertama, bukan hanya masterplan futuristik, tapi juga kebakaran pertama. Ratusan pekerja jadi saksi hidup bahwa di balik janji pembangunan megah, ada api yang siap menyala kapan saja.
Sebagai pengopi, penonton yang setia, hanya bisa menunggu babak selanjutnya. Karena setiap api menyisakan abu, setiap abu menyimpan cerita, dan setiap cerita… entah siapa yang menulisnya.
Foto Ai, hanya ilustrasi.
Penulis:
Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar
Tags
PERISTIWA