'); Desas Desus
WEKACE UPDATE
Loading...

Desas Desus

WEKACE, Dua sosok yang tiada henti dibully dalam platform media sosial. Seolah hanya dua sosok ini yang memiliki kekurangan sebagai pejabat negara. Satunya dari awal sudah disematkan pada dirinya anak haram konstitusi. Satunya lagi pembegal demokrasi, karena dianggap secara tidak lazim mengambil alih kepemimpinan partai.

Ada sekelompok orang, entah secara sukarela atau atas kepentingan politik tertentu, intensif menelusuri dan menjelajahi segala kekurangan dua sosok tersebut, lalu berusaha diviralkan. Para pegiat media sosial sebetulnya juga sudah jemuh dengan pemberitaan kebencian tersebut, tetapi juga terkadang informatif. Ada hal - hal yang disampaikannya rada - rada benar. Bahkan, terkadang mencerahkan dan ikut membenarkannya.

Yang menarik dicermati, apa motivasi atau pesan yang hendak disampaikan sekelompok orang tersebut kepada publik. Apakah, sekelompok orang tersebut, adalah sekelompok intelektual yang berusaha menepikan orang - orang yang memiliki ambisi politik, pada hal tidak memiliki kapasitas yang mumpuni. (Baca, ambisi para idiot).

Atau mungkin ada sekelompok orang, yang tidak rela jagat politik negeri ini terecoki oleh keculasan. Haram baginya, mempertontonkan keculasan dengan memobilisasi kekuasaan, agar sesuatu yang terlanggar etik dan hukum dapat terlihat sebagai sesuatu yang normal saja. 

Pesan mereka, bahwa sesuatu yg culas harus menjadi ingatan kolektif publik dan kelak menjadi memori kelam sejarah untuk pelajaran generasi berikut.

Beragam tanggapan berkenaan dengan hal tersebut. Ada sebagian kalangan dengan sinis menyebut kelompok tersebut adalah orang - orang sirik melihat keberhasilan orang lain, kerap disebutnya belum move on.

Sebagian yang lain bahkan terdapat kelompok intelektual kritis di dalamnya, beranggapan bahwa keculasan tetaplah keculasan, jangan pernah ditutupi, sampai keculasan itu benar - benar menjadi barang terlaknat. Jika hal demikian, perlu refleksi, bahwa sesuatu yang keliru, penuh dengan akal - akalan tidak kompatible dengan suasana generasi penuh keterbukaan dan akuntabel (Gen Z).

Semantik antara pembenci dan klaim moralis, masih belum berujung, keduanya belum dapat menciptakan kesadaran kritis massif yang dapat berpengaruh pada ketidak stabilan politik.

Kita nikmati saja jelajah politik masing - masing, sambil memverifikasinya dibandul mana paling rasional dan tepat berpihak. 

Kita akan menunggu, apakah impeachment dan reshuffle kabinet yang bakalan tiba, atau kah pemerintahan tetap berlanjut dengan menggunakan teori Crack Progression ala habibie, memiliki daya lentur untuk semakin menjelajah cuaca gelap.

Entah lah, yang pokok rakyat berharap politik yang makin mencerahkan, kompetisi yang fair, dan ruang tumbuh yang adil.

Semoga

Catatan ringan menjelang magrib.

Penulis

Redaksi

Asas jurnalisme kami bukan jurnalisme yang memihak satu golongan. Kami percaya kebajikan, juga ketidakbajikan, tidak menjadi monopoli satu pihak. Kami percaya tugas pers bukan menyebarkan prasangka, justru melenyapkannya, bukan membenihkan kebencian, melainkan mengkomunikasikan saling pengertian. Jurnalisme kami bukan jurnalisme untuk memaki atau mencibirkan bibir, juga tidak dimaksudkan untuk menjilat atau menghamba ~ 6 Maret 1971

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak