WEKACE, Tulisan ini bagi para pekerja tambang ilegal pasti tidak disenangi. Bisa-bisa diludahi, dan bilang preet. Tapi, bagi para pecinta lingkungan, pasti diapresiasi. Terutama buat KDM dengan keberanian tingkat dewa menutup 26 tambang ilegal. Simak narasinya sambil seruput kopi tanpa gula, wak!
Di pagi berdebu Parung Panjang, matahari tampak enggan terbit. Jalan-jalan retak, udara menggigit, dan suara truk tambang bergemuruh seperti marching band neraka. Setiap roda yang berputar seakan menulis satu nama korban baru di batu nisan bumi Jawa Barat. 115 jiwa sudah melayang, 150 lebih luka-luka, dan tanah pun menangis pelan di bawah roda kekuasaan ekonomi. Namun di tengah kabut abu dan kepalsuan, Kang KDM Mulyadi (KDM) berdiri tegak, tanpa tameng partai, tanpa pelindung lobi. Ia hanya membawa satu hal: keberanian.
Dengan satu tarikan pena, ia menandatangani Surat Nomor 7920/ES.09/PEREK, menutup 26 tambang di Parung Panjang. Sebuah tindakan yang di negeri ini setara dengan melawan dewa uang. Ia tahu risikonya, demo, tekanan, mungkin juga pengkhianatan. Tapi bagi KDM, diam adalah kejahatan. “Ekonomi harus jalan, tapi rakyat harus dilindungi,” katanya, tenang seperti mata air di tengah gurun debu.
Benar, badai pun datang. Puluhan warga turun ke jalan, membawa poster dan protes. Mereka berteriak, perut mereka dikorbankan. Tapi KDM tahu, yang sebenarnya dikorbankan selama ini adalah tanah, udara, dan nyawa. Mereka yang dulu diam saat korban jatuh, kini marah saat tambang ditutup. Ironi sosial yang menohok, seperti panggung sandiwara tanpa naskah.
“Saya tidak takut,” ucap KDM, menatap kamera seolah menatap masa depan. “Yang marah itu biasanya yang terganggu kepentingannya.” Kalimat sederhana itu terdengar seperti petir yang mengguncang gunung-gunung batu dan menampar meja-meja rapat.
Di Jakarta, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia hanya tersenyum tipis dan berkata, “Saya belum tahu, belum baca.” Entah kenapa, seluruh rakyat mendadak paham kenapa tambang ilegal bisa beranak-pinak seperti cendawan birokrasi.
Dari catatan resmi, ada 176 tambang ilegal yang beroperasi di Jawa Barat. Sebarannya meliputi 16 kabupaten dan 1 kota, yakni Cirebon, Sukabumi, Bogor, hingga Geopark Ciletuh. Mereka menggali 11 jenis komoditas, pasir, batu, tanah uruk, emas, dengan semangat yang bahkan batu pun mungkin sudah muak. Ada 130 pelaku perseorangan dan 46 badan usaha, semuanya merasa bumi adalah toko grosir yang bisa ditambang tanpa kasir.
Namun, sepanjang semester pertama 2025, KDM sudah menutup 118 tambang ilegal. Ia seperti pahlawan mitologi yang bertarung dengan naga berkepala sebelas bernama “izin”, “investor”, dan “intervensi”. Bahkan di Gunung Halimun Salak, tempat hutan berkabut masih menyimpan mitos kuno, berdiri 250 tenda biru penambang emas ilegal, sebuah kamp yang lebih mirip koloni di planet tandus daripada permukiman manusia.
KDM tahu ini bukan perang singkat. Ia bicara tentang ekonomi hijau, tentang transisi pekerjaan, konservasi, dan ekowisata. Ia tak menutup mata terhadap rakyat, tapi ia menolak menutup telinga terhadap jeritan bumi.
Lucunya, di tengah hiruk-pikuk tambang, kabar lain berhembus. PSSI akan umumkan pelatih baru Timnas Indonesia sebelum FIFA Match Day Maret 2026. Seolah selaras dengan semangat itu, KDM juga sedang memilih “pelatih” baru, bukan untuk sepak bola, tapi untuk moral publik. Ia sedang melatih rakyatnya agar tahu, keberanian tak lahir dari izin, melainkan dari nurani.
Keputusannya dianggap gila. Tapi, di negeri yang menganggap waras itu tunduk, kegilaan adalah bentuk tertinggi keberanian. KDM bukan sekadar gubernur, ia adalah manusia yang berdiri sendirian di tengah tambang, menatap langit yang abu-abu, dan berkata dengan suara lantang, “Kalau bumi ini harus diselamatkan, biarlah saya yang memulainya.”
Foto Ai hanya ilustrasi
Editor :
Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar
Tags
NASIONAL