WEKACE, Asli, selama ia bermain di Bank Jatim saya tak pernah nonton. Saya baru mau nonton saat ia bermain di Manisa BBSK. Liga resmi belum mulai, klub memutus kontraknya. Harapan melihat Megawati bermain di negara surganya voli dunia, pupus. Mari simak narasinya sambil seruput kopi tanpa gula, wak!
Ada hari-hari di mana bola voli tidak lagi tentang kemenangan, tetapi tentang keheningan setelah sorak terakhir. Hari itu datang pada Selasa, 28 Oktober 2025. Hari ketika klub voli Turki, Manisa Buyuksehir Belediye Spor Kulubu (BBSK), mengumumkan pemutusan kontrak dengan Megawati Hangestri Pertiwi, sang “Megatron” yang pernah membuat net bergetar dan lawan gentar.
“Pemain klub Bola Voli Tim A kami, Megawati Hangestri Pertiwi, kembali ke negara asalnya, Indonesia, sebagai bagian dari turnamen Livoli Divisi Utama 2025/2026, sesuai dengan kontraknya,” tulis Manisa dalam unggahan resmi mereka. Kalimat yang terdengar biasa itu seolah menutup babak kecil dari perjalanan panjang seorang pejuang bola voli Indonesia di negeri orang.
Megawati datang ke Turki bukan untuk berlibur. Ia datang membawa nama bangsa, membawa harapan agar voli Indonesia bisa lebih dari sekadar tontonan musiman. Ia tampil gemilang di turnamen pramusim Ferdi Zeyrek 2025, mencatat empat service ace, menjadi tumpuan serangan, dan mengantar Manisa BBSK juara. Semua tampak indah di awal, debut melawan Altinordu pada 29 Agustus 2025, menang 4-0, sorak-sorai penonton, kamera yang menyorot wajahnya. Dunia seperti sedang membuka jalan baru untuknya.
Namun, seperti set kelima yang penuh kejutan, nasib tiba-tiba berubah arah. Megawati pulang ke Indonesia untuk membela Surabaya Bank Jatim di Livoli Divisi Utama 2025. Sesuai kontrak, ia seharusnya kembali ke Turki tiga hari setelah Livoli berakhir pada 19 Oktober. Tapi tanggal itu lewat begitu saja, tanpa jejak pesawat yang membawanya kembali ke Manisa.
Manisa BBSK akhirnya mengambil keputusan berat, memutus kontrak. “Meskipun ia diwajibkan untuk bergabung kembali tiga hari setelah turnamen berakhir sebagaimana tercantum dalam kontraknya, pemain tersebut gagal memenuhi kewajibannya,” tulis pihak klub. Dalam diskusi bersama, Megawati disebut meminta agar kontraknya diakhiri karena jadwal padat bersama Tim Nasional Indonesia. Kalimat yang sopan, tapi terdengar seperti surat perpisahan yang tak sempat dibacakan.
Liga Voli Turki Kadinlar 1 Ligi 2025/2026 bahkan belum sempat dimulai. Megawati tak pernah mencicipi atmosfer kompetisi resminya. Padahal Manisa BBSK adalah tim promosi yang baru naik kasta dari Liga 2, dan kehadiran Megawati sempat dianggap simbol harapan bahwa tim kecil pun bisa bermimpi besar. Tapi kini, semua tinggal catatan kontrak dan unggahan media sosial yang dingin tanpa emosi.
Mungkin bagi klub, ini sekadar urusan administrasi. Tapi bagi pecinta voli Indonesia, ini seperti menonton drama tanpa akhir bahagia. Seorang pemain yang sudah membuktikan diri di Liga Korea bersama Red Sparks, kini pulang dengan tangan hampa, bukan karena kalah, tapi karena harus memilih.
Megawati tidak gagal. Ia hanya terlalu manusiawi untuk dunia yang menuntut kesempurnaan tanpa henti. Dalam bola voli, ada istilah time out, jeda sejenak untuk menata strategi. Mungkin inilah time out terbesar dalam hidupnya, jeda untuk kembali ke akar, sebelum kembali melompat lebih tinggi.
Di tengah keheningan malam itu, mungkin ada satu bola yang masih melayang di udara, menunggu tangan Megawati untuk menepuknya sekali lagi. Tapi kali ini bukan untuk mencetak poin, melainkan untuk mengingatkan kita semua, di balik setiap smash keras, ada hati yang juga bisa patah.
“Padahal, Mak Leha udah siap-siap mau ke Turki. Eh, batal. Mau diapakan lagi, nasib..nasib.”
“Sabar, wak! Masih ada liga tarkam kadang lebih menghibur.” Ups..
Foto Ai hanya ilustrasi
Editor :
Ketua Satupena Kalbar
Tags
OLAHRAGA