WEKACE, Sevilla boleh membantai Barcelona 4-1 semalam, tapi itu urusan dunia lain. Di Tanah Arab, sejarah yang lebih harum sedang diseduh. Timnas Indonesia bersiap melawan tuan rumah Arab Saudi. Ini tim langganan Piala Dunia dengan ranking 59 dunia, sementara kita, dengan rendah hati tapi kepala tegak, berada di posisi 119. Tapi ingat, bola itu bulat, dan semesta terkadang memilih jalur humor ketika menulis skenario sepak bola. Simak narasinya sambil seruput kopi tanpa gula, wak!
Patrick Kluivert, pelatih Belanda yang kini separuh hatinya merah putih, memimpin skuad dengan formasi baru 4-2-3-1. Latihan dimulai sejak 3 Oktober 2025 di Jeddah, di bawah panas 38 derajat dan aroma pasir yang tajam, katanya, setiap butir debu di situ sudah hafal nama pemain kita. Pemain datang bergelombang seperti jamaah umrah. Ada Thom Haye, Eliano Reijnders, Marc Klok, Beckham Putra, dan Ramadhan Sananta duluan. Menyusul Jay Idzes, Nathan Tjoe-A-On, lalu Maarten Paes dan Joey Pelupessy, yang baru saja mendarat setelah bermain untuk klubnya masing-masing. “Tinggal sembilan lagi,” kata Sumardji, ketua BTN, dengan gaya bapak-bapak yang menunggu anak kos belum setor kas.
Skuad makin padat, Paes siap di bawah mistar, Nadeo Argawinata siaga di belakangnya. Jay Idzes memimpin benteng pertahanan bersama Calvin Verdonk dan Kevin Diks. Di tengah, duet keras kepala Thom Haye dan Joey Pelupessy jadi otak lapangan. Ricky Kambuaya, Eliano Reijnders, dan Miliano Jonathans menari di lini serang, sementara Ragnar Oratmangoen berdiri di ujung tombak, satu-satunya Ragnar yang membawa kitab semangat, bukan kapak.
Arab Saudi di sisi lain latihan tertutup. Herve Renard memimpin skuad ranking 59 dunia itu seperti mempersiapkan pasukan kerajaan. Mereka punya pemain dari Prancis, Belgia, dan Swiss. Tapi Garuda pernah bikin mereka salah langkah, satu kali menang 2-0, satu kali imbang. Sekarang, pertemuan ketiga mungkin jadi kisah baru, antara keajaiban dan kenyataan.
Namun sepak bola bukan hanya tentang kaki, tapi juga matematika nasib. Ronde keempat terdiri dari dua grup, masing-masing tiga tim. Indonesia tergabung di Grup B bersama Arab Saudi dan Irak. Skenario pertama, kalau Garuda menang dua laga, 6 poin, juara grup, langsung lolos ke Piala Dunia 2026. Kalau menang satu, imbang satu, empat poin, peluang masih besar, asal Arab dan Irak saling gigit poin.
Skenario kedua, kalau finis kedua, kita lanjut ke ronde kelima, duel dua leg 13 dan 18 November 2025 melawan runner-up grup lain. Kalau menang, lanjut ke playoff antarkonfederasi, bisa jumpa wakil Afrika, Amerika Selatan, atau CONCACAF. Kalau kalah, mimpi kandas.
Skenario gagal, dua kali kalah, pulang bawa koper dan pelajaran. Satu menang, satu kalah? Bisa lolos, bisa juga cuma trending di Twitter, tergantung selisih gol dan keberpihakan semesta.
Di luar stadion King Abdullah, doa-doa beterbangan. Jamaah umrah asal Indonesia ramai di Mekkah dan Madinah, tapi telinga mereka di Jeddah. Di sela tawaf, ada yang berbisik, “Ya Allah, lancarkan Garuda kami.” Di hotel-hotel, jamaah menonton latihan lewat ponsel, sambil meneteskan doa seperti keringat di dahi pemain. Lima ribu tiket suporter disediakan, hanya 8% dari kapasitas stadion, tapi percayalah, 8% suara Garuda bisa menggetarkan 100% hati yang mendengar.
Nanti, 9 Oktober 2025 pukul 00.15 WIB, Jeddah bukan lagi sekadar kota suci. Ia akan jadi panggung kecil di mana bangsa yang dulu dianggap remeh mencoba menulis mukjizatnya sendiri.
Mungkin kita kalah. Mungkin seri. Tapi kalau bola itu bulat, maka doa jamaah Indonesia di tanah haram bisa membuatnya melengkung masuk ke gawang Arab. Sebab malam itu, Garuda tak sekadar bermain bola, ia sedang berjuang agar bangsa ini percaya lagi, bahwa takdir, kalau ditendang cukup keras, bisa berubah arah.
Foto Ai, hanya ilustrasi.
Penulis :
Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar
Tags
SEPAKBOLA