'); Potret Kehidupan Kang Asep: Guru Ngaji yang Tetap Berbagi di Tengah Keterbatasan
WEKACE UPDATE
Loading...

Potret Kehidupan Kang Asep: Guru Ngaji yang Tetap Berbagi di Tengah Keterbatasan


WEKACE, BANDUNG BARAT - Di balik rumah sederhana beratap terpal dan bambu di Kampung Loklok, Kecamatan Sindangkerta, Kabupaten Bandung Barat, tersimpan kisah inspiratif seorang pria bernama Kang Asep. Meskipun hidup dalam keterbatasan ekonomi, ia tak pernah berhenti mengajarkan ilmu agama kepada anak-anak di kampungnya.

Kehidupan di Rumah Sederhana

Kediaman Kang Asep yang berusia 52 tahun ini terbilang sangat memprihatinkan. Rumah berukuran kecil dengan dinding bambu dan atap yang telah aus menjadi tempat tinggal bagi keluarganya yang terdiri dari istri dan tiga orang anak. Kondisi rumah yang bocor saat hujan menjadi tantangan tersendiri bagi keluarga ini.

"Kalau musim hujan ya biasa bocor sedikit-sedikit," ujar Kang Asep dengan nada pasrah namun tetap tersenyum saat dikunjungi relawan sosial pada Jumat pekan lalu.

Pria yang merupakan anak ketujuh dari 10 bersaudara ini telah menempati rumah tersebut selama lebih dari lima tahun. Ia mengontrak tanah dari adiknya karena belum memiliki tanah sendiri, bahkan setapak pun.

Menghidupi Keluarga dari Pekerjaan Serabutan

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Kang Asep mengandalkan pekerjaan serabutan, terutama sebagai pekerja pemasangan bronjong (anyaman kawat berisi batu) di area sungai dan tebing. Pekerjaan borongan ini memberikan penghasilan Rp150.000 per bronjong yang biasanya diselesaikan dalam satu hingga dua hari.

"Kadang selesai satu bronjong, kadang hanya setengahnya. Jadi rata-rata penghasilan per hari sekitar Rp75.000," jelasnya dalam bahasa Sunda yang luwes.

Penghasilan yang tidak menentu ini harus dicukupkan untuk membiayai kebutuhan rumah tangga dan pendidikan ketiga anaknya. Anak sulungnya berusia 16 tahun tidak melanjutkan sekolah, sementara dua anak lainnya, termasuk seorang putri yang duduk di kelas 5 SD, masih aktif bersekolah.

Dedikasi Tanpa Pamrih sebagai Guru Ngaji

Yang membuat kisah Kang Asep menjadi istimewa adalah keikhlasannya mengajarkan ilmu agama meskipun kondisi ekonominya sulit. Saat ini, ia membimbing 24 anak belajar Al-Qur'an tingkat dasar di Pasir Tongeret, wilayah yang tidak jauh dari tempat tinggalnya.

"Saya tidak pernah meminta bayaran. Jika ada orang tua murid yang memberi, saya terima sebagai rezeki. Kalau tidak ada, tidak masalah. Ilmu tidak akan habis meskipun dibagikan," ungkapnya dengan penuh ketulusan.

Selain mengajar mengaji, Kang Asep juga aktif melatih pencak silat di beberapa pesantren di kawasan Lebak, Tasikmalaya. Semua kegiatan mengajar ini dilakukannya secara sukarela, tanpa mengharapkan imbalan materi.

"Saya melakukannya lillahi ta'ala (karena Allah semata). Jika saya mengajarkan bismillah kepada seorang anak dan anak itu bisa, saya tidak kehilangan apa-apa. Berbeda dengan mobil, jika diberikan pasti hilang dari saya," katanya membandingkan dengan filosofi yang dalam.

Cita-cita Sederhana: Rumah Dekat Masjid

Ketika ditanya tentang impian hidupnya, Kang Asep hanya memiliki harapan sederhana: memiliki rumah dekat masjid. Bukan untuk kemewahan, melainkan agar lebih mudah mengajar anak-anak mengaji dan memfasilitasi mereka belajar agama.

"Jika suatu saat Allah memberi rezeki, saya ingin punya rumah dekat masjid supaya anak-anak lebih mudah belajar," ujarnya dengan mata berbinar penuh harapan.

Dukungan Masyarakat dan Pemerintah

Menurut informasi dari relawan yang mengunjungi keluarga Kang Asep, warga setempat serta aparat RT, RW, hingga pemerintah desa sebenarnya sangat peduli terhadap kondisi keluarga ini. Bantuan perbaikan rumah telah diusulkan melalui jalur birokrasi, namun prosesnya membutuhkan waktu karena harus melalui tahapan dari tingkat RT, RW, desa, kecamatan, hingga kabupaten.

"Alhamdulillah, warga di sini sangat peduli. Pemerintah juga sedang memperjuangkan, hanya saja prosesnya bertahap," jelas seorang relawan yang tak mau disebutkan namanya.

Viral di Media Sosial

Kisah Kang Asep mulai viral di media sosial setelah sebuah video dokumentasi tentang kondisi rumahnya dibagikan secara luas. Video tersebut menggugah empati banyak orang, terutama ketika melihat kesenjangan antara dedikasi Kang Asep mengajar anak-anak dengan kondisi rumahnya yang sangat memprihatinkan.

Tak sedikit warganet yang tergerak untuk membantu. Donasi mulai berdatangan, meskipun relawan yang mendokumentasikan kisah ini menyatakan akan menahan dana tersebut hingga terkumpul jumlah yang cukup untuk renovasi rumah.

"Uang yang masuk tidak akan dicairkan dulu. Kami akan kumpulkan dan musyawarahkan dengan para donatur bagaimana penggunaan terbaik untuk keluarga Kang Asep," tegas relawan tersebut.

Teladan Kesederhanaan dan Keikhlasan

Di tengah kondisi ekonomi yang sulit, Kang Asep tetap mempertahankan prinsip hidupnya: tidak pernah mengemis atau meminta-minta kepada orang lain. Ia percaya bahwa rezeki sudah diatur oleh Allah, dan ia hanya perlu berusaha semaksimal mungkin.

"Kami hidup dengan apa adanya. Yang penting, kami tidak pernah mengemis kepada orang lain. Rezeki dari Allah, jika datang ya diterima dengan syukur," katanya menjelaskan filosofi hidupnya.

Anak-anaknya pun dididik dengan nilai-nilai kesederhanaan dan kemandirian. Putrinya yang kelas 5 SD tampak ceria meski tinggal di rumah yang sederhana. Ia fokus pada pendidikan dan belakangan mulai belajar seni kaligrafi Arab dari sang ayah.

Pembelajaran Berharga

Kisah Kang Asep mengajarkan bahwa kemiskinan materi tidak menghalangi seseorang untuk tetap berbagi dan bermanfaat bagi orang lain. Dalam kondisi serba kekurangan, ia justru menjadi cahaya bagi anak-anak di kampungnya yang ingin belajar agama.

"Meskipun usianya masih 52 tahun dan terlihat masih produktif, dengan penghasilan Rp70.000-75.000 per hari dan tiga anak yang harus dinafkahi, sangat berat bagi Kang Asep untuk bisa memiliki rumah layak," ungkap seorang pengamat sosial yang mengetahui kasusnya.

Harapan ke Depan

Para relawan dan donatur berharap kisah Kang Asep dapat menginspirasi lebih banyak orang untuk peduli terhadap sesama. Rencana renovasi rumah sedang dimatangkan dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk tokoh masyarakat setempat.

"Kami akan pastikan uang donasi benar-benar tersalurkan untuk renovasi rumah keluarga ini. Tidak akan bercampur dengan dana-dana lain. Transparansi dan akuntabilitas adalah prioritas," jelas relawan koordinator.

Sementara itu, Kang Asep sendiri tetap menjalani rutinitas hariannya: bekerja serabutan di pagi hingga sore hari, lalu mengajar mengaji di sore dan malam hari. Baginya, kehidupan ini sudah cukup selama keluarganya sehat dan anak-anak bisa terus belajar.

Pesan Moral

Kisah Kang Asep mengingatkan kita bahwa kebahagiaan sejati bukan terletak pada kemewahan materi, melainkan pada keikhlasan berbagi dan memberi manfaat kepada orang lain. Di tengah kesulitan ekonomi, ia tetap menjadi guru bagi anak-anak kampung tanpa mengharapkan imbalan.

"Guru bukan dilihat dari banyaknya murid. Meskipun hanya mengajarkan bismillah kepada satu orang, itu sudah menjadikan kita guru," ujarnya menutup perbincangan.

Bagi siapa pun yang ingin membantu keluarga Kang Asep, relawan yang mendokumentasikan kisah ini telah menyiapkan mekanisme donasi yang transparan dan terpisah dari program bantuan lainnya. Semua perkembangan akan diinformasikan secara terbuka kepada para donatur.


Catatan Editor: Kisah ini adalah pengingat bahwa masih banyak pahlawan tanpa tanda jasa di tengah-tengah kita yang rela berbagi meskipun hidup dalam keterbatasan. Semoga kisah Kang Asep menginspirasi kita untuk lebih peduli terhadap sesama.


Open Donasi Untuk Rumah Kang Asep Melalui Rekening Di Bawah


Editor : Zumardi



Redaksi

Asas jurnalisme kami bukan jurnalisme yang memihak satu golongan. Kami percaya kebajikan, juga ketidakbajikan, tidak menjadi monopoli satu pihak. Kami percaya tugas pers bukan menyebarkan prasangka, justru melenyapkannya, bukan membenihkan kebencian, melainkan mengkomunikasikan saling pengertian. Jurnalisme kami bukan jurnalisme untuk memaki atau mencibirkan bibir, juga tidak dimaksudkan untuk menjilat atau menghamba ~ 6 Maret 1971

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak