WEKACE, Tadi, kita bicara kehebatan Jojo yang menyabet juara Hylo Open, nah yang ini lebih membanggakan lagi. Janice Tjen, petenis muda kita baru saja menyabet dua juara sekaligus. Ini luar biasa. Siapkan lagi Koptagulnya, kita kulik petenis jelita kita ini, wak.
Janice Tjen. Ya, gadis Jakarta berusia 23 tahun ini baru saja menyapu bersih dua gelar di Chennai Open 2025, WTA 250, tunggal dan ganda! Bukan sekadar menang, tapi menang dengan cara yang membuat penonton di SDAT Tennis Stadium seolah menonton film dokumenter tentang ketenangan yang menghancurkan.
Abang none bayangkan! Dua final dalam dua hari, dua kemenangan dalam dua jam. Lawan-lawan yang ranking-nya di atas dia, mentalnya mungkin juga di atas rata-rata, tapi Janice datang dengan satu bekal, tenang. Tenang seperti jam dinding di perpustakaan, tapi mematikan seperti listrik 20.000 volt kalau disentuh.
Di final tunggal, Kimberly Birrell dari Australia sudah coba segala cara. Slice, dropshot, teriakan, sampai memutar raket seperti kipas angin. Tapi Janice menutup semua itu dengan ekspresi datar, seperti guru matematika yang sudah hafal muridnya bakal salah di langkah ketiga. Skor 6–4, 6–3. Tanpa drama, tanpa keringat berlebihan. Cuma efisiensi yang bisa bikin dosen ekonomi bangga.
Lalu di final ganda, duet maut Janice dan Aldila Sutjiadi kembali bikin geger. Hunter dan Niculescu, pasangan berpengalaman yang sudah kenyang Grand Slam, dibuat pontang-panting mencari ritme. Tapi tiap bola yang dikirim Janice terasa seperti kalimat doa, pelan, tepat, tapi fatal. Skor 7–5, 6–4. Indonesia menang lagi. Bendera merah putih naik dua kali, dan para komentator India sampai kehabisan sinonim untuk kata “unbelievable”.
Kalau Yayuk Basuki dulu jadi legenda di era raket kayu, maka Janice adalah legenda baru di era algoritma. Yayuk berlari di lapangan dengan tekad seorang pejuang revolusi, Janice berlari dengan efisiensi seorang insinyur AI, semua terukur, semua terkalkulasi, tapi tetap berjiwa manusia.
Kini, dalam catatan sejarah tenis dunia, nama Janice Tjen resmi masuk daftar petenis Asia Tenggara yang memenangkan dua gelar WTA 250 sekaligus dalam satu turnamen. Sesuatu yang bahkan belum tentu dilakukan oleh pemain top sepuluh dunia tahun ini.
Kita bicara tentang seorang anak Jakarta, yang dulu mungkin berlatih di lapangan berdebu, di bawah panas mentari tropis, ditemani suara azan magrib dan motor lewat. Kini dia berdiri di podium internasional, senyumnya tenang, matanya penuh arti.
Ia tidak berteriak, tidak lompat kegirangan, hanya menunduk sejenak seperti berterima kasih pada semesta. Lalu berjalan keluar dari lapangan dengan langkah ringan. Kalau bukan karena kamera televisi, mungkin penonton akan mengira dia hanya mahasiswa yang baru saja lulus sidang skripsi.
Di titik ini, bangsa ini kembali punya alasan untuk bangga bukan karena gosip politik, bukan karena sinetron, tapi karena prestasi. Karena Janice telah menulis bab baru dalam buku besar olahraga Indonesia, bab tentang kesabaran, kerja keras, dan ketenangan yang menaklukkan dunia.
Terima kasih, Janice.
Engkau bukan hanya memukul bola, engkau memukul kesadaran kami semua, bahwa mimpi tidak lahir dari nasib, tapi dari niat yang dibakar setiap pagi dan digenapi setiap malam.
Dari perjalanan Janice Tjen, kita belajar bahwa kemenangan sejati tidak lahir dari keajaiban, tetapi dari konsistensi, disiplin, dan ketenangan dalam menghadapi badai. Ia mengajarkan, setiap langkah kecil yang dilakukan dengan tekun akan berbuah besar pada waktunya, bahkan ketika dunia belum melirik atau percaya. Keberhasilan Janice bukan hanya tentang gelar, tetapi tentang bagaimana kesabaran dan kerja keras mampu menaklukkan keraguan, baik dari luar maupun dari dalam diri sendiri.
Lebih dari sekadar prestasi olahraga, kisah Janice adalah refleksi dari makna perjuangan hidup. Untuk menjadi luar biasa, seseorang tidak harus berteriak keras, cukup tetap fokus, rendah hati, dan memberi bukti melalui tindakan.
Foto Ai hanya ilustrasi
Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar
0Komentar