WEKACE, Kita lanjutkan kisah tikus got gorong-gorong dari tanah Riau. Tadi malam cerita Gubernurnya, widih saya diserbu gara-gara nyentil sedikit UAS. Ya, wes tak nikmati. Kali ini, cerita Kadis PUPR-nya ikut di-OTT KPK, dan bisa dikatakan tumbal besar berupa kambing hitam. Simak narasinya sambil seruput Koptagul, wak!
Inilah dia, M. Arief Setiawan, MT. Kepala Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau. Seorang insinyur yang mungkin lahir dari cetakan malaikat infrastruktur. Konon, kalau beliau lewat di proyek, semen langsung mengeras, tiang pancang berdiri tegak, dan burung-burung merunduk hormat. Tapi, rupanya, bukan cuma jalan yang diperkeras. Hatinya juga, keras terhadap kejujuran, lembut pada rupiah.
Tanggal 3 November 2025, sejarah Riau mencatat satu episode luar biasa, OTT KPK di kantor Dinas PUPR, Jalan SM Amin, Pekanbaru. Bukan audit, bukan kunjungan kerja, tapi kunjungan cinta dari KPK kepada para pejabat yang romantis dengan uang tunai. Arief Setiawan diamankan bersama Gubernur Abdul Wahid dan delapan pejabat lainnya. KPK menyita sejumlah uang tunai, tapi rakyat menyita satu hal yang lebih berharga, rasa sabar yang nyaris habis.
Padahal, secara teori, beliau ini orang pintar.
Gelar akademiknya, Magister Teknik. Tapi publik mulai curiga, “MT” itu singkatan dari Maling Terorganisir. Konon, ia menguasai ilmu perpaduan sempurna antara beton dan amplop. Sebuah inovasi yang tak tercatat di kampus mana pun,  teknik sipil plus teknik silap mata.
Mari kita lihat prestasinya. Di bawah kepemimpinannya, Dinas PUPR Riau menggarap proyek strategis dengan total dana Rp25,12 triliun. Ada Flyover Garuda Sakti di Pekanbaru untuk mengurai macet, ada peninggian jalan di Kerinci untuk melawan banjir, dan penataan kawasan wisata Candi Muara Takus untuk menghidupkan sejarah. Tapi yang paling monumental justru proyek revitalisasi moral pejabat, yang sampai hari ini tak pernah selesai.
Ada juga proyek semenisasi lingkungan Tuah Madani senilai Rp2,6 miliar, dikerjakan oleh CV Elang Sakti. Tapi sayang, hasilnya bikin malu beton. Jalannya retak-retak, seolah sedang menjerit, “Kami korban markup, tolonggg!” Rakyat pun bertanya lirih, “Mana sakti-nya Elang kalau jalannya kayak kulit ular?”
Hebatnya lagi, Arief ini sosok pendiam. Tidak suka bicara di depan media. Mungkin karena terlalu sibuk berbicara dengan nuraninya, atau lebih tepatnya, menegosiasikan tarifnya. Saat wartawan datang, beliau seperti beton dingin, kokoh di luar, tapi di dalam penuh rongga.
Namun, mari kita beri tepuk tangan dulu. Tidak semua orang bisa menyeimbangkan dua dunia, dunia pembangunan dan dunia perhitungan. Beliau ahli dalam dual function. Di siang hari, membangun jalan untuk rakyat. Di malam hari, mungkin membangun rekening untuk keluarga besar. Sungguh sosok multitalenta, pahlawan dua dimensi, fisik dan finansial.
Tapi hidup memang seperti proyek. Kalau pondasinya uang haram, cepat atau lambat akan ambruk juga. Kini, Arief Setiawan yang dulu dielu-elukan sebagai pembangun peradaban beton, kini menjadi ikon betonisasi moral bangsa. Tangannya dingin saat pegang cangkul, tapi panas saat pegang amplop.
Gubernur Abdul Wahid yang ikut diamankan itu menambah kesan, duet maut antara pemimpin dan teknokrat, antara rencana kerja dan rencana licik. Riau, provinsi kaya sumber daya, tapi miskin kesadaran diri.
Kini, rakyat tak lagi ingin tahu berapa panjang jalan yang sudah diaspal. Mereka cuma ingin tahu, jberapa panjang daftar pejabat yang akan menyusul ke KPK.
M. Arief Setiawan, kami angkat topi setinggi flyover Garuda Sakti untuk pian. Ente membuktikan satu hal luar biasa,  korupsi itu tidak mengenal level pendidikan, hanya level keberanian. Dan sampeyan, Pak, berani sekali.
Karena di negeri ini, membangun jalan itu biasa. Tapi membangun penjara dengan tangan sendiri, itu baru karya monumental.
Foto Ai hanya ilustrasi
Ketua Satupena Kalbar
0Komentar