WEKACE, Cerita PETI, tak ada habisnya. Waktu jadi wartawan, punya pengalaman buruk, diserbu orang se-kampung saat ikut meliput penertiban PETI. Ngeri, trauma, dan asli takut. Habis itu, kapok. Ternyata, hal serupa dialami tim gabungan di Kuantan Singingi. Ada 64 rakit PETI dimusnahkan, dan tak ayal para pekerja ngamuk. Simak narasinya sambil seruput kopi tanpa gula, wak!
Pertambangan Tanpa Izin, selalu menarik untuk ditertibkan. Tapi, lebih menarik lagi karena tak pernah benar-benar tertib. Di atas kertas, ia adalah kejahatan lingkungan. Di lapangan, ia adalah napas ekonomi rakyat kecil. Di forum akademik, ia jadi bahan riset. Di warung kopi, ia jadi gosip tentang siapa “beking”-nya. Sebuah ironi nasional yang mengendap seperti merkuri di dasar sungai, beracun tapi tetap mengalir.
Selasa, 7 Oktober 2025, Desa Pulau Bayur, Kecamatan Cerenti, Kabupaten Kuantan Singingi, berubah jadi panggung absurd antara hukum dan perut. Operasi gabungan dipimpin Kapolres Kuansing AKBP Raden Ricky Pratidiningrat bersama Bupati Suhardiman Amby. Total 149 personel gabungan TNI, Polri, Satpol PP, BPBD, dan Dit Polairud dikerahkan. Delapan perahu karet, dua tim, dan satu niat suci, memusnahkan 64 rakit tambang ilegal di Sungai Kuantan.
Tapi, seperti biasa, idealisme tak selalu mengapung di atas air. Sekitar pukul 13.40, warga yang menolak razia berubah jadi badai emosi. Batu beterbangan, mobil Kapolres dan bus Polres hancur, kaca pecah, dan seorang wartawan terkena serpihan saat berlindung. Semua ini terjadi demi sesuatu yang ironis, membela tambang yang “tanpa izin.”
Namun jika kita mundur selangkah, drama ini bukan soal Cerenti semata. Data menunjukkan, PETI tersebar di seluruh Indonesia. Dari Kalimantan Barat hingga Papua, dari sungai kecil hingga pegunungan nikel. Aktivitas ini bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan gejala sosial-ekonomi yang tak pernah sembuh.
Menurut BPS dan catatan Pelindo, Indonesia punya 149 pelabuhan terdigitalisasi melalui sistem Inaportnet dan INSW, cukup untuk melacak pergerakan barang secara legal. Tapi emas dari PETI sering lolos lewat jalur tak tercatat, melewati sungai-sungai yang tak punya CCTV, hanya punya saksi, ikan yang perlahan keracunan.
Portal Satu Data Indonesia mencatat ribuan tambang legal, tapi data tambang ilegal nyaris tak tersentuh. Alasannya klasik, sensitif, berpotensi gaduh, dan... siapa berani buka semua peta beking?
Pemerintah sebenarnya tidak tinggal diam. Perpres No. 169/2024 membentuk Direktorat Penegakan Hukum ESDM, lengkap dengan sistem Minerba One Data Indonesia (MODI) untuk menertibkan produksi dan distribusi tambang. Tapi sistem ini seperti antivirus yang dipasang di komputer penuh virus, canggih, tapi sering macet karena intervensi politik dan ekonomi.
Operasi terpadu dilakukan di daerah rawan, bahkan dikombinasikan dengan green policing, menanam pohon setelah membakar rakit. Tapi kenyataannya, tambang-tambang baru tumbuh lebih cepat dari pohon yang baru ditanam.
Mahfud MD pernah bilang, ribuan tambang ilegal di Indonesia dibekingi aparat. Peneliti UGM menyebut korupsi di sektor tambang dilakukan “gila-gilaan.” DPR Papua menegaskan, di wilayahnya, PETI berjalan karena “dibekingi.” TNI dan Polri menolak tuduhan itu, meminta bukti, dan publik pun kembali diam, karena siapa yang mau melapor, kalau penambang tahu rumahmu?
Di atas permukaan, PETI tampak seperti kejahatan sederhana, tambang tanpa izin. Tapi di dasar sungai, ia adalah filsafat kompleks tentang hidup di negara yang izin usahanya bisa lebih mahal dari harga emas.
Mereka yang menambang bukan tak tahu salah, hanya tak punya pilihan. Mereka yang menertibkan tak sepenuhnya benar, karena tahu sistemnya bocor. Maka lahirlah dilema abadi, siapa sebenarnya ilegal, penambang di rakit kayu, atau struktur yang membiarkan semua ini terus mengalir?
Indonesia mungkin tak kekurangan emas, hanya kekurangan kejujuran dalam menambangnya. Di antara asap rakit yang terbakar itu, kita belajar satu hal, di negeri tambang tanpa izin, bahkan logika pun harus minta restu sebelum berbicara.
Foto Ai, hanya ilustrasi
Penulis :
Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar
Tags
PERISTIWA