'); Urusan Jadi Sulit Kalau Ada Jejak-jejak Jokowi
WEKACE UPDATE
Loading...

Urusan Jadi Sulit Kalau Ada Jejak-jejak Jokowi

WEKACE, Presiden kelamaan bentuk Tim Komite Reformasi Polri. KPK kelamaan mengusut kasus Kuota Haji dan kelamaan pula menuntaskan kasus OTT pembangunan jalan di Sumatera Utara.

Kejaksaan kelamaan mengeksekusi Silfester Matutina. Dan Kepolisian kelamaan pula memastikan, apakah mau membereskan dugaan ijazah palsu Jokowi atau justru mengusut pencemaran nama baik, fitnah, atau ujaran kebencian, terhadap dugaan ijazah palsu Jokowi itu sendiri?

Kelamaan karena mentok, ada yang ditunggu, tak berani cepat-cepat, atau ada sebab lain yang kita tidak tahu. Pokoknya, kelamaan.


Presiden kelamaan bentuk Tim Komite Reformasi Polri, sementara Tim Transformasi Reformasi Polri sudah lebih dulu dibentuk Kapolri. Bahkan, dibentuk saat Presiden sedang kunjungan kerja ke luar negeri pula.

Ini memang parah, sih. Belum pernah terjadi pula. Sebuah institusi membentuk Tim Reformasi untuk dirinya sendiri, sementara ide Reformasi itu sendiri awalnya berasal dari luar dan ingin dipimpin langsung oleh Presiden, dan hendak dipikirkan betul strateginya, tapi justru dibentuk pula dari dalam institusi itu sendiri.

Seolah-olah ingin mengatakan bahwa kami sudah melakukan reformasi diri sebelum diperintahkan Presiden. Reformasi tak diperlukan lagi.

Kelamaan karena tak mau keliru atau hanya sekadar bentuk Tim Komite Reformasi, tapi hasilnya tak jelas tentu lebih baik ketimbang kecepatan membentuk Tim Transformasi Reformasi, tapi justru bukan mau mereformasi diri, melainkan mengantisipasi supaya tak benar-benar terjadi Reformasi yang sebenarnya.

Berlaku pepatah lama, biar lambat asal selamat. Daripada cepat-cepat, tapi tak selamat sampai ke tujuan yang diharapkan.

Tapi jangan sampai pula, sudah lambat tak pula selamat. Artinya, memang sengaja dibuat lama karena belum ada yang mau direformasi saat ini. Presiden masih harus terbang lagi ke luar negeri dan sampai saat ini kabar Tim Reformasi Polri itu belum jelas.

KPK kelamaan mengusut kasus kuota Haji. Saking kelamaannya sudah ada pengembalian uang, tapi tak ada status bagi orang yang mengembalikan uang tersebut. Orang yang mengembalikan uang terlalu jujur atau malah terlalu ketakutan.

Mestinya santai saja dulu. Lihat dulu, apakah KPK benar-benar mau menyeret penyelenggara negara yang berada di atas atau di atasnya lagi? Atau memang kasus kuota Haji ini akan berhenti pada pengusutan-pengusutan saja. Artinya, benar-benar kusut dan tak bisa lagi diurai.

Seperti kasus Makan Bergizi Gratis, yang karena terlalu kelamaan akhirnya basi dan menimbulkan keracunan yang membahayakan anak-anak.

KPK terbukti kelamaan menuntaskan kasus OTT pembangunan jalan di Sumatera Utara. Saking kelamaannya Hakim Tipikor malah berinisiatif untuk menghadirkan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution.

KPK-nya sendiri belum pernah memanggil Bobby Nasution. Seolah-olah kasus OTT itu terpisah jauh dari Bobby Nasution, kendati yang terkena OTT anak buahnya langsung satu level di bawahnya, dan bahkan seperti diboyong khusus dari Medan, yang dulu ia sebagai Walikota.

Entahlah apakah keinginan hakim memeriksa Bobby Nasution itu bisa dipenuhi KPK atau tidak? Kelamaan yang bisa mendatangkan kegeraman.

Kejaksaan kelamaan mengeksekusi Silfester Matutina. Bahkan Jaksa Agung tak masin lagi lidahnya berhadapan dengan Silfester Matutina. Pengacara Silfester enak saja mengatakan bahwa klainnya masih berada di Jakarta dan tak ke mana-mana. Sementara Kejaksaan sudah berbulan-bulan mencarinya, bahkan bertahun-tahun hilir mudik di media, tapi tak bisa dieksekusi.

Seolah-olah putusan Pengadilan tingkat pertama hingga tingkat terakhir di Mahkamah Agung, tak kuasa berhadapan dengan seorang Silfester Matutina. Kejaksaan sampai bermohon pula agar pengacara Silfester menyerahkan klainnya ke pihak Jaksa eksekutor. Ini benar-benar belum pernah terjadi dalam sejarah penegakan hukum kita.

Kepolisian juga kelamaan memastikan apakah ijazah Jokowi asli atau palsu, pada saat yang sama juga kelamaan memastikan apakah benar-benar ada kasus pencemaran nama baik, fitnah, provokasi, atau ujaran kebencian atau tidak? Semua orang mungkin sudah kelelahan saking kelamaannya.

Apa sulitnya membuka ijazah Jokowi itu secara terbuka? Sudah pernah dipakai dan sudah berkali-kali pula digunakan. Kalau Jokowi tak mau, apa salahnya kepolisian membuka seterang-terangnya, yang katanya sudah pernah diperiksa?

Tantangan dari Roy Suryo Cs untuk membuka dan menguji ijazah itu secara ilmiah tak sulit sebetulnya untuk dipenuhi. Apa sakralnya ijazah Jokowi itu?

Kelamaan-kelamaan yang terjadi kesannya ada kaitannya dengan Jokowi. Tak hanya soal kelamaan pengusutan dugaan ijazah palsu, tapi yang terkait dengan Silfester Matutina sedikit banyaknya juga terkait dengan Jokowi. Silfester adalah loyalis Jokowi yang paling terkemuka.

Kasus OTT di Sumatera Utara, juga dinilai terkait dengan Jokowi. Bobby Nasution adalah menantunya Jokowi. Konon kasus kuota Haji juga terkait dengan Jokowi. Dan KPK memang sejak awal dikait-kaitkan dengan Jokowi. Pimpinan KPK seperti sengaja diburu untuk dilantik oleh Jokowi dan tak diserahkan kepada Prabowo.

Apakah Tim Reformasi Polri juga terkait dengan Jokowi? Entahlah. Sulit sekali agaknya urusan kalau sudah ada jejak Jokowi di dalamnya. Entah sampai kapan ini akan terjadi?

Penulis : 
Erizal

Redaksi

Asas jurnalisme kami bukan jurnalisme yang memihak satu golongan. Kami percaya kebajikan, juga ketidakbajikan, tidak menjadi monopoli satu pihak. Kami percaya tugas pers bukan menyebarkan prasangka, justru melenyapkannya, bukan membenihkan kebencian, melainkan mengkomunikasikan saling pengertian. Jurnalisme kami bukan jurnalisme untuk memaki atau mencibirkan bibir, juga tidak dimaksudkan untuk menjilat atau menghamba ~ 6 Maret 1971

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak