WEKACE, Belajar dari sejarah bukan hanya soal prestasi gemilang, tapi juga soal kesalahan agar tak diulangi lagi saat ini dan di masa depan.
Budi Arie Setiadi mengatakan kebijakan jangan dikriminalisasi, saat melakukan pembelaan terhadap dugaan korupsi kereta cepat Whoosh.
"Nanti setelah Prabowo tak lagi jadi Presiden, akan diubek-ubek juga soal MBG, Koperasi Merah Putih, dan Perumahan Rakyat, "ujar Budi Arie.
Kabar terbaru Budi Arie bersama Projo akan meninggalkan Jokowi dan beralih ke Prabowo. Projo bukan Pro Jokowi, tapi Pro Rakyat, "tegasnya.
Selama ini memang, relawan Jokowi, bahkan Jokowi itu sendiri, saat dipersoalkan publik, selalu menyeret-nyeret Prabowo, entah kenapa?
Bahkan, kasus dugaan ijazah palsu pun begitu. Seolah-olah ijazah Prabowo juga diduga palsu seperti halnya Jokowi dan Gibran.
Prabowo terlihat sekali benar-benar dijadikan tempat bersandar yang empuk oleh Jokowi dan para relawan, setelah gagal mendiktenya sejak awal.
Dikte-mendikte sejak awal ini, terlihat dari sepak terjang Gibran di awal dan saat ini. Beda jauh. Jokowi pun mulai terlihat tak lagi mengendalikan permainan sepenuhnya.
Tiba-tiba saja menemui Prabowo di Kertanegara, lalu besoknya tak hadir peringatan hari ulang tahun TNI, padahal sudah berada di Jakarta.
Tak ada yang tahu persis apa isi pertemuan itu, tapi setelah itu serangan terhadap Jokowi tak sedikitpun berkurang, justru makin bertambah dan bertubi-tubi.
Kalau petinggi PSI Dedek Prayudi mengatakan apa yang dialami Jokowi saat ini, khususnya soal ijazah palsu dan kereta cepat Whoosh adalah murni politik, maka apa yang dilakukan pendukung Jokowi dan Jokowi sendiri yang selalu menyeret Prabowo, juga bisa dikatakan murni politik.
Padahal kasus ijazah palsu dan kereta cepat Whoosh itu tak ada kaitannya dengan Prabowo. Kasus ijazah palsu Jokowi itu sudah lama dan ijazah Prabowo pastilah asli.
Kereta cepat dan MBG, serta Koperasi Merah Putih dan Perumahan Rakyat, jelas untuk rakyat. Tak ada kaitannya dengan China dan utang yang harus ditanggung rakyat triliunan rupiah selama puluhan tahun.
Yang namanya politisi tentu selalu dikaitkan dengan politik. Tapi politik bisa diselesaikan dengan mudah, kalau mau.
Misalnya dugaan ijazah palsu, bukankah Jokowi tinggal membuka saja di depan publik? Kok malah merepotkan aparat dengan laporan dugaan pencemaran nama baik dan lain-lainnya, yang justru tak mudah untuk dieksekusi? Buktinya kasus ini tak kunjung bergerak ke Pengadilan.
Makanya, tuduhan berpolitik juga bisa dibalikkan ke kubu Jokowi, agar selalu tampil dan disorot kamera. Artinya, masalah itu nyata dan layak untuk dipersoalkan. Begitu juga dengan kereta cepat Whoosh. Memang ada masalah dan tak ada yang sengaja dipolitisasi menyasar Jokowi.
Ada benarnya juga Budi Arie Setiadi. Seperti kereta cepat Whoosh era Jokowi, program MBG, Koperasi Merah Putih, dan Perumahan Rakyat, nanti juga bisa dipersoalkan.
Tapi, proyek kereta cepat Whoosh itu memang sudah dikritik banyak pihak. Program MBG, Koperasi Merah Putih, dan Perumahan Rakyat, juga dikritik banyak pihak, tapi tak semasif kereta cepat Whoosh.
Kereta cepat Whoosh disebut Luhut Binsar Panjaitan sendiri sudah busuk saat diterimanya. Artinya, proyek ini memang sejak awal proyek busuk.
Bahkan, busuknya tercium hingga saat ini karena utang yang harus dibayar pertahunnya, begitu menggunung dan dalam jangka waktu yang lama.
Meminjam istilah Anies Baswedan program MBG, Koperasi Merah Putih, dan Perumahan Rakyat ini, janganlah dikritik, tapi dditagih
Artinya, program ini didukung, bahkan oleh orang yang berada di luar kekuasaan. Yang dikritik dari program era Prabowo ini adalah pelaksanaannya agar tepat sasaran, bukan programnya itu sendiri.
Berbeda dengan kereta cepat Whoosh, termasuk pembangunan IKN, yang dikritik sejak awal itu, justru program itu sendiri.
Apalagi, dugaan penyelewengannya berlapis-lapis dan diakui sendiri oleh Luhut Binsar Panjaitan, bahwa sudah busuk saat diterimanya. Jadi memang tak bisa disamakan.
Lolos dari pemeriksaan BPK dan mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian, bukanlah jaminan suatu proyek itu bersih dari tindak pidana korupsi.
Kasus Chromebook yang dialami Nadiem Makarim saat ini misalnya, juga lolos pemeriksaan BPK. Tapi, Jaksa tetap saja menemukan tindak pidananya dan sudah lewat diuji di Praperadilan kemarin.
Artinya, proyek kereta cepat Whoosh yang lolos dari pemeriksaan BPK bukanlah jaminan bersih dari tindak pidana korupsi.
Tapi publik tetap kurang yakin KPK bisa seterbuka Kejaksaan AAgung
Sama juga dengan ijazah Jokowi dan Gibran yang sudah diakui institusi resmi, tapi orang tetap tak percaya. Dianggap ada permainan dan persekongkolan.
Meskipun sudah diakui institusi resmi, apa yang tak bisa diakali di Republik ini? Masih ingat dengan laut yang punya sertifikat tanah
Itu bentuk dari kegilaan yang sempurna dari sistem birokrasi kita. Presiden Prabowo sendiri menyebutnya dengan istilah mafia dalam pemerintahan.
Jadi, jangankan proyek kereta cepat Whoosh, termasuk MBG dan program lainnya, yang bernilai triliunan rupiah, ratusan juta saja masih bisa ditilep.
Sebanyak 30% anggaran bocor, tak hanya disinyalir Prabowo, tapi juga oleh orang tuanya sejak era Soeharto dulu.
Biasanya yang mengambil terlalu banyak akan lebih mudah ketahuannya, cepat atau lambat. Sejarah politik kita juga mengajar hal itu.
Penulis
Erizal
0Komentar