'); Purbaya Bisa Menggagalkan Rencana Anies Sekaligus Jokowi

Purbaya Bisa Menggagalkan Rencana Anies Sekaligus Jokowi

WEKACE, Sepak terjang Purbaya memang di luar kebiasaan. Yang kejang-kejang justru orang, yang katakanlah, berasal dari dalam kekuasaan. Yang berasal dari luar kekuasaan justru happy dan mendukung penuh.

Cocok sekali sebetulnya dengan Prabowo. Presiden Prabowo baru-baru ini lantang berpidato bahwa, tidak boleh ada pemerintah dalam pemerintah, mafia dalam pemerintah, orang pintar yang mengakali pemimpin politik dan rakyat, dan menggunakan sistem untuk mencuri uang rakyat; uang negara.

Makanya tidak salah, kalau Purbaya mengatakan bahwa apa yang dilakukannya adalah perintah langsung dari Presiden.

Presiden Prabowo saja menyerang terang-terangan orang dalam pemerintahan yang berlagak berada di atas pemerintahan. Bahkan, diksi yang dipakai tak tanggung-tanggung, yakni mafia.

Mengakali rakyat dan pemimpin politik, serta menggunakan sistem untuk mencuri orang rakyat atau uang negara. Jadi, apa yang dilakukan Purbaya belum ada apa-apanya dibandingkan apa yang dilakukan Prabowo.

Klaim Purbaya bahwa apa yang dilakukannya adalah arahan Presiden agak berkesesuaian. Justru kritikan orang dalam kekuasaan seperti Hasan Nasbi misalnya, tidak lagi relevan. Ini bukan soal soliditas, tapi perang melawan mafia. 

Hasan Nasbi masih saja bertahan dengan gagasan lamanya bahwa sesama bis kota tidak boleh saling mendahului. Sesama menteri tak boleh "baku tikam" di hadapan publik, saling sentrum.

Apalagi dengan kepala daerah yang struktural-nya tidaklah hirarkis. Kepala daerah bukan bawahan menteri. Yang tepuk tangan justru orang yang berada di luar pemerintahan. Tepuk tangan bukan untuk kehebatan pemerintahan, justru untuk kelemahan.

Gagasan Hasan Nasbi itu sebetulnya tak lagi cocok untuk publik yang sudah berubah dan organisasi seperti negara yang disebut Presiden ada mafia dan harus dibongkar sampai keakar-akarnya. Gagasan kuno.

Yang agak kontradiktif memang Presidennya seperti tak didukung orang yang berada di luar kekuasaan, justru menterinya didukung habis-habisan.

Padahal mustahil menterinya inisiatif sendiri tanpa arahan dari PPresiden Dan menterinya, Purbaya itu, sudah pula mengatakan bahwa dia bertindak atas perintah Presiden.

Tapi orang yang berada di luar kekuasaan tetap saja tak percaya, bahwa sebentar lagi Purbaya akan direshuffle untuk menyetop sepak terjangnya.

Presiden yang memberikan arahan tetap dicurigai, sementara menterinya dielu-elukan layaknya "hero baru". Untung saja, Purbaya belum terlihat hendak mengkapitalisasi itu secara politik layaknya politisi.

Purbaya sudah dilirik PAN dan akan dijadikan kader. Tapi Purbaya enteng menjawab bahwa ia tak tertarik  politik dan mau kerja saja.

Artinya, meski ada orang dalam pemerintahan yang mulai terganggu dengan sepak terjang Purbaya, tapi ada juga justru yang mau menariknya untuk kepentingan politiknya.

Berarti, orang yang mengkritik Purbaya seperti Hasan Nasbi bukan semata-mata, karena menginginkan soliditas pemerintah, tapi mungkin hanya karena ada kepentingan politiknya terganggu ke depan.

Buktinya, yang cerdik seperti PAN justru buru-buru ingin merekrut, bukan mengkritik. Sebab, tokoh seperti Purbaya-lah yang nantinya diperlukan sebagai magnet electoral dalam Pemilu.

Banyak bukti memang bahwa orang yang berasal dari dalam kekuasaan itulah yang akan mengambil alih kekuasaan, saat berkolaborasi dengan orang yang berada di luar kekuasaan.

Cerita SBY, Jokowi, dan Prabowo sendiri, sebetulnya juga begitu. Malah Anies Baswedan kalau kemarin menang Pilpres, sebetulnya bisa juga ditarik ke situ. Anies gagal, karena Jokowi agak cepat menyadari dan langsung memotong di tengah jalan.

Purbaya sebetulnya bisa juga begitu, tapi dia sudah buru-buru mengatakan tidak tertarik politik dan mau kerja saja. Selain karena waktunya masih lama, juga situasi politik yang dihadapi Prabowo tidak mudah.

Langkah PAN menarik Purbaya sebagai kader tentu bukan usaha mempertentangkan dengan Prabowo, melainkan untuk menyatukannya.

Sementara pihak yang mengkritik seperti Hasan Nasbi, adalah usaha untuk memisahkan antara Prabowo dan Purbaya. Seolah berpihak kepada Prabowo, karena Purbaya dianggap memproduksi kegaduhan, ketidaksolidan pemerintah, tapi sebetulnya untuk memisahkannya.

Sebab insting Hasan Nasbi sebagai pollster sedang melihat popularitas Purbaya bisa menenggelamkan Gibran dan menggagalkan rencana Jokowi untuk memasangkan lagi Prabowo-Gibran untuk periode kedua.

Kalau keadaan politik dan ekonomi makin membaik, maka dipasangkannya antara Prabowo dan Purbaya akan sangat kuat. Mungkin jauh lebih kuat dari SBY dan Boediono tahun 2009.

Tidak saja pasangan yang diinisiasi dari dalam kekuasaan seperti Jokowi dan Gibran misalnya, tapi juga yang dari luar kekuasaan seperti Anies Baswedan, akan kerepotan menghadangnya.

Makanya wajar Purbaya dikritik dari dalam seperti yang disuarakan Hasan Nasbi maupun dari luar, yang kebetulan punya kritik yang sama bahwa Purbaya harus ditagih optimismenya dan tak hanya sekadar omon-omon saja.

Mereka sebetulnya punya ketakutan yang sama bahwa jangan-jangan Purbaya sukses dan semua rencana politiknya mereka jadi berantakan.

Penulis :
Erizal

Redaksi

Asas jurnalisme kami bukan jurnalisme yang memihak satu golongan. Kami percaya kebajikan, juga ketidakbajikan, tidak menjadi monopoli satu pihak. Kami percaya tugas pers bukan menyebarkan prasangka, justru melenyapkannya, bukan membenihkan kebencian, melainkan mengkomunikasikan saling pengertian. Jurnalisme kami bukan jurnalisme untuk memaki atau mencibirkan bibir, juga tidak dimaksudkan untuk menjilat atau menghamba ~ 6 Maret 1971

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama