'); Viral! Anak Buruh Bangunan Tembus Fakultas Kedokteran UI
WEKACE UPDATE
Loading...

Viral! Anak Buruh Bangunan Tembus Fakultas Kedokteran UI


WEKACE, Bengkulu - Perjuangan Iqbal Rasyid Achmad Faqih viral di media sosial. Remaja asal Bengkulu Tengah ini sukses menembus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) lewat jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) 2025. Yang bikin haru, Iqbal berasal dari keluarga sederhana: sang ayah bekerja sebagai buruh bangunan, sementara ibunya seorang ibu rumah tangga.

Tanpa bimbingan mahal dan bantuan orang dalam, Iqbal membuktikan bahwa tekad dan kerja keras bisa mengalahkan keterbatasan. Ia bahkan memilih berburu beasiswa demi tidak membebani orangtua.

Namun perjuangan Iqbal tak selalu mulus. Keluarganya sempat mendapat cibiran dari lingkungan sekitar. “Kok kerja kayak gitu, masukin anak ke kedokteran?” tulis Dosen ITB, Imam Santoso, di akun Instagram-nya @santosoim, mengutip komentar miring yang sempat didengar keluarga Iqbal.

Cerita Iqbal yang menginspirasi pun mendapat sorotan dari Wakil Dekan FKUI, Prof. Dwiana Ocviyanti. Di akun Instagram @dwiana_ocviyanti, ia mengungkapkan bahwa Iqbal bahkan sempat bingung soal biaya keberangkatan ke Jakarta.

“Dengan ayah yang hanya buruh harian dan ibu yang tidak bekerja, tidak ada simpanan untuk ongkos ke Jakarta dan keperluan awal masuk kuliah,” tulisnya.

Beruntung, bantuan pun datang. PT Paragon mengulurkan tangan lewat dana bantuan dan komputer. “Alhamdulillah sekali, ini sangat memantapkan langkah Iqbal menuju Jakarta untuk mewujudkan mimpinya,” ujar Prof. Dwiana.

Kisah Iqbal kini jadi simbol harapan baru: bahwa mimpi anak bangsa tak harus kandas hanya karena keadaan ekonomi. Netizen pun ramai-ramai memberikan dukungan dan semangat. Salut, Iqbal! 

Redaksi

Asas jurnalisme kami bukan jurnalisme yang memihak satu golongan. Kami percaya kebajikan, juga ketidakbajikan, tidak menjadi monopoli satu pihak. Kami percaya tugas pers bukan menyebarkan prasangka, justru melenyapkannya, bukan membenihkan kebencian, melainkan mengkomunikasikan saling pengertian. Jurnalisme kami bukan jurnalisme untuk memaki atau mencibirkan bibir, juga tidak dimaksudkan untuk menjilat atau menghamba ~ 6 Maret 1971

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak