---
WEKACE, Yane Oktovina Ansanay, seorang perempuan dari Yapen, Papua, telah melakukan sesuatu yang *benar-benar mustahil*: meraih gelar doktor. Ya, Anda tidak salah baca. Di tahun 2025 ini, di mana ribuan orang meraih PhD setiap tahunnya di seluruh dunia, seorang perempuan Papua berhasil melakukannya juga. *Standing ovation*, silakan.
🎓 Menaklukkan Amerika (Seolah Tidak Ada Orang Indonesia Lain di Sana)
Pada tahun 2015—atau sepuluh tahun yang lalu bagi yang masih bisa menghitung—Yane meraih gelar Doktor di bidang Fisika dari North Carolina State University. Pencapaian yang *luar biasa langka*, terutama jika kita berpura-pura tidak tahu bahwa universitas tersebut menerima ratusan mahasiswa internasional setiap tahunnya.
Yang lebih *mencengangkan* lagi, ia berhasil "mengalahkan" ilmuwan dari Jepang, China, Amerika, dan Eropa untuk mendapatkan beasiswa. Karena tentu saja, sistem beasiswa PhD di Amerika Serikat bekerja seperti pertandingan gladiator, di mana hanya satu orang yang bisa menang dan sisanya pulang dengan tangan hampa. *Totally* seperti itu cara kerjanya.
Di dunia Fisika Terapan yang "didominasi laki-laki" (mari kita abaikan dulu Marie Curie, Chien-Shiung Wu, dan ribuan fisikawan perempuan lainnya sepanjang sejarah), Yane telah "menghancurkan stereotip" dengan... *checks notes*... melakukan hal yang sudah dilakukan ribuan perempuan sebelumnya.
💡 Visi Surgawi: Satu Orang = Solusi Seluruh Provinsi
Tapi inilah bagian yang *truly magical*: Yane telah memutuskan untuk "mengakhiri krisis energi di Papua." Bukan "berkontribusi pada solusi," bukan "membantu mengatasi," tetapi *mengakhiri*. Selesai. Tamat. Krisis energi yang melibatkan infrastruktur senilai triliunan rupiah, kebijakan pemerintah yang kompleks, dan topografi yang menantang? Mudah saja. Cukup kirim satu orang doktor fisika, dan—*voilà *!—masalah selesai.
Saat ini, Yane bekerja sebagai dosen dan peneliti di Universitas Cenderawasih, fokus pada bioetanol dan energi terbarukan. Karena seperti yang kita semua tahu, penelitian akademik *selalu* langsung menghasilkan implementasi massal dalam sekejap mata. Tidak perlu pendanaan besar, tidak perlu kolaborasi lintas sektor, tidak perlu dukungan politik—cukup penelitian dosen di satu universitas, dan boom! Papua terang benderang.
*Mengapa PLN harus repot-repot membangun infrastruktur selama puluhan tahun kalau kita punya satu orang doktor fisika?*
🗣️ Pesan untuk Generasi Muda: Cukup Satu Superhero
"Ilmu pengetahuan harus kembali untuk membangun tanah kita," kata Yane dengan bijak. Sebuah konsep yang *benar-benar revolusioner* yang tidak pernah terpikirkan oleh siapa pun sebelumnya. Bukan sistem pendidikan yang kuat, bukan investasi jangka panjang dalam riset dan pengembangan, bukan kebijakan energi yang komprehensif—cukup *satu orang hebat* yang pulang kampung.
Kisah Yane adalah bukti bahwa Papua tidak membutuhkan pembangunan sistemik, investasi infrastruktur, atau kebijakan yang inklusif. Yang Papua butuhkan hanyalah *satu wanita dengan gelar PhD* yang akan—entah bagaimana caranya—menerangi seluruh provinsi dengan kekuatan otak dan niat baik semata.
---
Disclaimer Satir: Prestasi akademik Yane Ansanay adalah pencapaian nyata yang patut diapresiasi. Namun, narasi yang mengagung-agungkan satu individu sebagai "penyelamat" yang akan "mengakhiri" masalah struktural kompleks justru mereduksi kompleksitas tantangan pembangunan Papua dan mengabaikan kerja kolektif yang dibutuhkan untuk perubahan sistemik. Papua butuh apresiasi terhadap kontribusi nyata, bukan hiperbola yang menciptakan ekspektasi tidak realistis.
Tags
SOSOK